BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan minat baca masyarakatnya
masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hasil survey yang dilakukan
oleh pihak-pihak yang berkompeten. Diantaranya survey International Association
for Evaluation of Educational (IEA) pada tahun 1992 yang menyebutkan bahwa minat anak-anak usia sekolah dasar Indonesia
berada pada urutan ke-29 dari 30 negara di dunia, berada satu tingkat di atas
Venezuella. (Association for Evaluation of Educational Achievement (IAEEA) 28
November 2007). Membaca merupakan salah
satu aspek penting yang diajarkan,karena kegiatan membaca merupakan kegiatan
yang kompleks dan melibatkan berbagai keterampilan.Hal ini ditegaskan oleh
Grellt (dalam Muchlisoh etal.1992:119), antara
pembaca dan penulis, tanpa kecuali anak usia dini,
dan kemampuan membaca
mempengaruhi kemampuan berbicara, sehingga dapat dikatakan bahwa membaca merupakan aspek kebahasaan yang berfungsi
sebagai pintu awal dalam membuka cakrawala berpikir seseorang. Untuk mewujudkan
bangsa berbudaya membaca, maka bangsa ini perlu melakukan pembinaan minat baca
anak. Pembinaan minat baca anak merupakan langkah awal sekaligus cara yang
efektif menuju bangsa berbudaya baca. Masa anak-anak merupakan masa yang tepat
untuk menanamkan sebuah kebiasaan, dan kebiasaan ini akan terbawa hingga anak
tumbuh dewasa atau menjadi orang tua.Dengan kata lain, apabila sejak kecil
seseorang terbiasa membaca maka kebiasaan tersebut akan terbawa hingga dewasa. Pada
usia sekolah dasar, anak mulai dikenalkan dengan huruf, belajarmengeja kata dan
kemudian belajar memaknai kata-kata tersebut dalam satu kesatuan kalimat yang
memiliki arti. Saat ini merupakan waktu yang tepat untuk menanamkan kebiasaan
membaca pada anak. Setelah anak mampu membaca,anak perlu diberikan bahan bacaan
yang menarik sehingga mampu menggugah minat anak untuk membaca buku. Minat baca
anak perlu dipupuk dengan menyediakan buku yang menarik dan representatif bagi
perkembangan anak sehingga minat membaca tersebut akan membentuk kebiasaan
membaca. Apabila kebiasaan membaca telah tertanam pada diri anak maka setelah
dewasa anak tersebut akan merasa
kehilangan apabila sehari saja tidak membaca buku atau bahan bacaan lain.
Kebiasaan individu ini kemudian akan berkembang menjadi budaya baca
masyarakat.Upaya meningkatkan minat baca
anak yang utama menjadi tanggung jawab orang tua sebelum anak memasuki dunia
pendidikan.Setelah masuk TK, maka kewajiban itu menjadi tugas para guru. Guru mempunyai
peran yang sangat penting pula terhadap peningkatan minat baca
anak, karena guru akan menjadi
figure tuntunan bagi anak selama berada dalam pendidikan formal.(Asrie, 2005:34). Salah satu cara untuk meningkatkan minat baca anak
adalah dengan kegiatan story telling.
Akan tetapi pembinaan minat baca anak saat ini sering terbentur dengan
masalah ketersediaan sarana baca. Tidak semua anak mampu mendapatkan buku yang
mampu mengugah minat mereka untuk membaca. Faktor ekonomi atau minimnya kesadaran
orang tua untuk menyediakanbuku bagi anak menyebabkan anak tidak mendapatkan
buku yang dibutuhkan. Tidak tersedianya
sarana baca merupakan masalah besar dalam pembinaan minat baca anak.
Anak tidak dapat memanjakan minat bacanya karena tidak tersedia sarana baca
yang mampu menggugah minat anak untuk membaca. Padahal pembinaan minat baca
anak merupakan modal dasar untuk memperbaiki kondisi minat baca masyarakat saat
ini Selain hal tersebut pemilihan buku cerita yang kurang menarik juga menjadi
alasan mengapa budaya membaca anak kurang begitu antusias membaca.
Dengan melihat latar belakang yang telah dipaparkan tersebut maka model
story telling yang efektif adalah adanya buku panduan mendongeng yang mana akan
sangat membantu minat baca anak dikarenakan beragam cerita yang variatif dapat
kita ceritakan kepada anak.Dengan demikian minat baca anak akan bertambah dan
guru akan mudah dalam memberikan materi yang akan diajarkan kepada
anak-anak.Selain itu dengan adanya buku panduan mendongeng anak akan antusias
mengikuti pembelajaran dikarenakan anak memang lebih suka dengan pembelajaran
dengan model bercerita.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka
permasalahan yang akan dijawab dirumuskan sebagai berikut:
1.
Mengapa membaca dilingkungan anak-anak belum mampu
memberikan dampak yang signifikan terhadap minat baca anak secara kontinuitas ?
2.
Bagaimana perananan model story telling yang efektif sehingga
mampu memberikan ketertarikan terhadap minat baca anak secara efektif?
C. Tujuan Dan Kegunaaan
Berangkat dari upaya untuk menjawab pertanyaan di atas,
penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1.
Menganalisis alasan-alasan yang meyebabkan mengapa
story telling belum mampu meningkatkan minat baca anak secara intensif.
2.
Mendisain model pengembangan metode story telling
dengan buku mendongeng agar orang tua dan guru lebih kreatif dan variatif
sehingga memicu minat baca anak.
D. Telaah Pustaka
Telah banyak penelitian yang serupa dengan penelitian ini.Hal yang
menunjukan bahwa tema yang diangkat dalam penelitian ini menarik untuk dikaji
lebih lanjut.Adapun penelitian yang serupa dengan penelitian dalam karya ilmiah
sebagai berikut :
Pertama,Penelitian yang dilakukan oleh Kania Rianthi dalam skripsi yang berjudul
Peningkatan Minat Baca Anak Melalui Mendongeng Studi Kasus Di Perpustakaan
Pustaka Kelana Rawamangun,sedangkan masalah yang diangkat pada skripsi ini
yaitu peningkatan minat baca anak melalui mendongeng
yang menggunakan metode studi kasus. Adapun hasil penelitian yang diperoleh
yaitu : anak yang gemar mendengarkan mendongeng memiliki minat membaca yang
cukup baik.
Kedua,Penelitian yang dilakukan oleh noer hidayati dalam artikel skripsi
yang berjudul Peningkatan minat baca melalui Storytelling anak kelompok b TK Al-muttaqien Surabaya.Sedangkan maslah yang
diangakat pada skripsi ini mengenai minat membaca anak terhadap buku
bacaan,adapun metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif.
E. Kerangaka Teori
Mendongeng adalah seni paling tua,warisan
leluhur yang perlu dilestarikan
dan dikembangkan sebagai salah satu sarana positif guna mendukung kepentingan social
secara luas .Jauh sebelum munculnya peninggalan tertulis dan buku, manusia berkomunikasi
dan merekam peristiwa-peristiwa dalam kehidupan mereka dengan bertutur secara
turun-temurun.Tradisi lisan dahulu
sempat menjadi primadona dan andalan para orang tua, terutama ibu dan
nenek, dalam mengantar tidur anak ataupun cucu mereka (Agustina, 2008: 1)Sementara
itu Pellowski (1977) mendefinisikan
storytelling sebagai sebuah seni atau seni dari sebuah keterampilan bernarasi
dari cerita-cerita dalamb entuk syair
atau prosa, yang dipertunjukkan atau dipimpin
oleh satu orang dihadapan audience secara langsung dimana cerita tersebut dapat
dinarasikandengan cara diceritakan atau
dinyanyikan, dengan atau tanpa musik, gambar,ataupun dengan iringan
lain yang mungkin dapat dipelajari secara lisan, baikmelalui
sumber tercetak, ataupun melalui sumber rekaman mekanik (Boltman,2001: ). Merujuk pada pengertian di atas, maka story telling dengan buku panduan
mendongeng sangat efektif untuk guru yang akn memberikan pelajaran dalam setiap
kesempatan serta mampu memberikan motivasi kepada anak untuk meningkatkan kemampuan membaca anak.
F. Metode Penelitian
1. Model pengembangan
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan atau dikenal dengan
istilah R&D (Research and Development),
yang bertujuan untuk mengembangkan minat baca anak melalui story telling, yang
mana berupa produk buku tentang panduan mendongeng.
Model pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
pengembangan Alessi & Trolip (2001). Tahap-tahap yang dilakukan dalam
penelitian ini meliputi: tahap analisis, desain, pengembangan, dan evaluasi.
Secara garis besar tahapan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
![]() |
2. Prosedur pengembangan
Menurut Borg & Gall (1983), tesis dan disertasi penelitian
pengembangan yang dilakukan merupakan penelitian skala kecil sehingga kegiatan
yang ada dalam tahapan penelitian dan pengembangan dari model pengembangan yang
dirujuk tidak seluruhnya dilakukan.[1]
Penelitian ini menggunakan tiga tahap pengembangan, yaitu analisis, desain, dan
pengembangan. Prosedur penelitian pengembangan ini memiliki serangkaian
langkah-langkah dalam setiap tahapannya. Berikut ini adalah prosedur yang
dimaksud.
a.
Analisis. Langkah-langkah dalam tahapan analisis ini
meliputi:
1)
Mendevinisikan bidang atau ruang lingkup materi yang akan
ditampilkan yang diambil dari kiat-kiat mengembangkan kecerdasan spiritual anak
dari Jalalddin Rakhmat.
2)
Mengidentifikasi karakteristik anak-didik dari hasil
surve.
3)
Membuat dokumen perencanaan mengenai materi, hal-hal
yang diperlukan dalam membuat (buku panduan mendongeng)
4)
Menentukan dan mengumpulkan sumber-sumber untuk
permainan edukatif, seperti: buku, narasumber,pendongeng ,alat peraga,
internet, dan lain sebagainya.
5)
Melakukan brainstorming
yaitu melakukan diskusi dengan dosen pembimbing dan teman sejawat.
b.
Desain. Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahapan
desain ini meliputi:
1)
Melakukan analisis konsep dan tugas yang berkaitan
dengan materi.
2)
Menerjemahkan hasil analisis dan analisis materi untuk
menghasilkan rancangan yang dinilai mewakili keseluruhan analisis yang ada.
3)
Membuat flowcharts
dan storyboards.
4)
Evaluasi dan revisi dilakukan pada setiap kesempatan
pada segala aspek yang dirasa perlu untuk dilakukan evaluasi dan revisi.
c.
Pengembangan. Langkah-langkah yang dilakukan pada
tahapan pengembangan ini adalah:
1)
Menyiapkan teks secara keseluruhan untuk penyusunan
buku panduan mendongeng.
2)
Menggabungkan bagian-bagian dan memadukan berbagai
bahan yang telah terkumpul.
3)
Menyiapkan materi-materi yang telah terkumpul.
4)
Membuat program.
5)
Melakukan uji alpha, yaitu memvalidasi produk yang
dilakukan oleh ahli media dan ahli materi (evaluasi formatif)
6)
Membuat revisi yang pertama terhadap produk yang terlah
dibuat berdasarkan penilai ahli media dan ahli materi.
7)
Melakukan uji beta, yaitu menguji produk kepada 10 orang tua dan guru kelas untuk mengetahui tanggapan
terhadap hasil revisi pertama (evaluasi formatif)
8)
Melakukan revisi akhir, yaitu membuat produk final alur crtita.
9)
Melakukan evaluasi sumatif dengan menggunakan pretest dan posttest pada orang tua dan guru.
Proses
selengkapnya pengembangan multimedia menurut Alessi & Trollip (2001) dapat
dilihat pada bagan berikut ini:
![]() |
||||
|
3. Uji coba produk
a. Desain uji coba
Desain uji coba produk dalam penelitian ini mengacu pada
desain uji coba pengembangan yang dirumuskan oleh Alessi & Trollip (2001)
yang ditetapkan pada tahap pengembangan. Desain uji coba ini melalui dua tahap
pengujian, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif
terdiri dari dua fase yaitu fase uji alpha dan uji betha. Sedangkan evaluasi
sumatif ditujukan untuk mengetahui keberhasilan permainan edukatif berbasis
multimedia interaktif dalam mengembangkan spiritualitas anak-didik. Langkah-langkah
yang perlu dilalui untuk uji coba ini adalah sebagai berikut:
1)
Evaluasi formatif
a)
Uji alpha. Uji alpha adalah tes utama yang dilakukan
oleh tim desain dan pengembangan, yang terdiri dari staf produksi, desainer
pembelajaran, ahli materi, dan orang-orang yang berkompeten. Dalam penelitian
dan pengembangan ini, uji alpha dilakukan oleh dua orang ahli, yaitu ahli media
dan ahli materi. Hasil uji coba alpha digunakan sebagai dasar revisi pertama.
b)
Uji beta. Uji betha adalah tes produk akhir. Uji beta
merupakan tes formal dengan prosedur yang jelas, tentang apa yang harus
dilakukan dan apa yang harus diobservasi. Langkah-langkah dalam uji beta ini
adalah sebagai berikut :
(1)
Selec the
learners. Pada langkah ini peneliti guru dan orang tua yang akan dijadikan responden, terdiri dari
tiga guru dan tiga orang tua yang
memiliki kemampuan bercerita rendah ,sedang dan mahir.[2]
(2)
Explain the
procedures. Peneliti menjelaskan prosedur dan tujuan melakukan tes ini
kepada guru dan orang tua.
(3)
Determine prior
knowledge. Peneliti harus mengetahui sejauh mana kemampuan guru dan orang
tua serta memastikan bahwa guru dan
orang tua telah mendapatkan materi yang akan diujikan. Peneliti juga mengetahui
mana guru dan orang tua yang berkempuaan tinggi, sedang, dan mahir.
(4)
Observe them
going through the program. Sepanjang proses uji coba peneliti harus
memperhatikan dan melihat reaksi guru dan orang tua, memperhatikan bahasa tubuh
mereka, dan menjelaskan jika menemui kesulitan.
(5)
Interview (content, operation, enjoyable,
interesting, useful, boring).
Setelah guru dan orang tua selesai memperhatikan produk, maka peneliti
harus mewawancarai guru dan orang tua mengenai isi materi, ketertarikan,, dan
lain sebagainya.
(6)
Asses their
learning. Penilaian terhadap proses permainan, dilakukan dengan tes lisan.
(7)
Final revision.
Setelah memperoleh data dari user (guru
dan orang tua) kemudian memutuskan apakah program memerlukan revisi lebih
lanjut atau tidak.
2)
Evaluasi sumatif.
Tahap pertama dari evaluasi sumatif adalah mengevaluasi
reaksi anak-didik yang menggunakan produk hasil pengembangan. Hal yang
dievaluasi adalah seberapa besar anak-didik menyukai produk tersebut. Tujuan
evaluasi tahap ini adalah untuk melihat apakah anak-didik benar-benar
mempelajari materi atau memperoleh
pengalaman spiritual. Uji coba produk untuk evaluasi ini dilakukan dalam tiga
tahap sebagai berikut:
a)
Tahap pendahuluan
Pada tahap pendahuluan ini, pertama-tama yang dilakukan adalah mengadakan
pretest pada guru dan orang tua yang
akan menggunakan buku panduan mendongeng Langkah-langkah yang harus ditempuh
pada tahap pendahuluan ini adalah sebagai berikut:
(1)
Test awal dilakukan untuk mengukur kemampuan guru dan
orang tua sebelum menggunakan buku panduan mendongeng.
(2)
Menjelaskan tata cara penggunaan permainan edukatif
berbasis multimedia interaktif yang akan digunakan dalam bermain.
(3)
Peneliti mengamati kegiatan belajar mengajar dengan
panduan buku mendongeng dan mencatat respon langsung atau spontan yang
disampaikan guru dan orang tua.
(4)
Tes akhir dilakukan untuk mengukur penguatan kompetensi
yang dicapai setelah pembelajaran dilakukan dengan buku panduan mendongeng.
(5)
Menganalisis data yang diperoleh melalui
langkah-langkah di atas.
b)
Tahap pelaksanaan uji coba
Praktik pembelajaran dengan menggunakan buku panduan tersebut pada waktu
pembelajaran dan disesuaikan dengan tema yang ada di TK/RA.
c)
Tahap akhir
(1)
Melaksanakan posttest,
dan
(2)
Analisis data pretest
dan posttest.
b. Subyek uji coba
Subyek uji coba dalam penelitian pengembangan ini , 10
guru kelas yang sedang melakukan pembelajaran aktif dengan buku panduan
mendongeng,serta sebanyak 2 pendongeng
dan ahli materi berperan sebagai pengamat,hal itu yang dilakukan di RA Nurul
Dzikri Yogyakarta.
c. Jenis data
Jenis data awal diperoleh dari guru dan pengamat yang
berupa data kualitati dan kuantitatif..Tahap validasi diperoleh dari penilaian
ahli materi, pendongeng dan guru kelas. Aspek yang dinilai oleh masing-masing
validator adalah sebagai berikut:
1)
Validasi ahli materi, terdiri dari aspek isi, permainan,
kebenaran isi, dan komentar/ saran umum, serta kesimpulan.
2)
validasi pendongeng, terdiri dari aspek seni mendongeng,
komentar/ saran umum, dan kesimpulan.
3)
Guru atau user, terdiri dari aspek isi,cara penggunaan,
dan komentar umum/ saran, dan kesimpulan.
d. Instrumen pengumpulan data
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data pada
penelitian ini melalui beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut adalah sebagai
berikut:
1.
Analisis dokumen/
prasurvei
2.
Pembuatan table spesifikasi (kisi-kisi instrumen)
3.
Konsultasi dengan ahli (pembimbing)
4.
Penulisan instrumen.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk
kuesioner yang ditujukan untuk mengetahui tingkat kelayakan produk menurut
pendongeng, ahli materi, dan pengguna (user) yang dalam hal ini diwakili guru
kelas. Tahap analisis dokumen dilakukan dengan mengacu kepada beberapa
penelitian yang mirip dengan penelitian ini yang telah dilakukan terdahulu dan
juga mengacu pada buku-buku referensi yang sesuai. Langkah yang dilakukan
selanjutnya adalah pembuatan table spesifikasi yang kemudian dikonsultasikan
dengan ahli yang dalam hal ini dipercayakan kepada pembimbing. Setelah melalui
tahapan-tahapan tersebut maka diperoleh kisi-kisi instrument secara
keseluruhan. Berikut ini adalah tabel kisi-kisi instrument yang dimaksud.
Tabel
1.
Kisi-kisi
Instrumen Pengambilan Data
No.
|
Tujuan
|
Aspek Penilaian
|
Kriteria Penilaian
|
1
|
Isi
|
Kebenaran aspek
|
Ketepatan
materi dengan standard kompetensi
|
Ketepatan
materi dengan kompetensi dasar
|
|||
Kedalaman materi
|
Kecukupan materi
|
||
Kejelasan materi
|
|||
Keruntutan materi
|
|||
2
|
Permainan
|
Kebahasaan
|
Kejelasan penggunanan bahasa
|
Keterlaksanaan
|
Kejelasan petunjuk belajar
|
||
Kemudahan memahami materi
|
|||
Kesesuaian contoh dengan materi
|
|||
Kecukupan latihan
|
|||
Pemberian umpan balik
|
|||
Daya dukung program terhadap permainan
|
|||
3
|
Buku
|
Isi dan materi
|
Keterbacaan kesan pembelajaran
|
Keterampilan pemilihan jenis dan ukuran huruf
|
|||
Ketepatan pemilihan komposisi warna
|
|||
Kejelasan suara
|
|||
Suara tambahan/tiruan
|
Instrumen atau kuesioner angket untuk ahli media dan
guru kelas tidak melalui tahap validasi, karena instrumen yang dipakai sudah
pernah digunakan pada penelitian sebelumnya dan telah melalui tahap validasi. Sedangkan kuesioner
untuk ahli materi perlu melalui tahap validasi oleh ahli materi, karena belum
pernah ada penelitian yang serupa.
Instrument lain yang digunakan dalam penelitian selain
dalam bentuk kuesioner/ angket, juga digunakan wawancara dan observasi untuk
mengukur tingkat kelayakan multimedia yang dikembangkan, sedangkan untuk
mengukur hasil bermain anak-didik digunakan test secara lisan.
1.
Kuesioner/ angket
Kuesioner yang disusun terdiri dari tiga jenis sesuai dengan
peran posisi responden dalam penelitian pengembangan ini. Instrumen penelitian
berupa angket yang disusun berdasarkan kisi-kisi sebagaimana disebutkan di
atas. Kuesioner tersebut adalah (1) kuesioner untuk ahli materi, (2) kuesioner
untuk ahli mendongeng, dan (3) kuesioner untuk guru kelas dan orang tua RA Nurul
Dzikri .. Berikut ini adalah ketiga instrument kuesioner yang dimaksud.
Table
2
Kisi-kisi
Instrument Validasi oleh Ahli Materi
no
|
Indikator
|
Skor
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
||
A. Aspek Isi materi
|
||||||
1
|
Keruntutan
materi
|
|||||
2
|
Cakupan
materi
|
|||||
3
|
Kejelasan
materi
|
|||||
4
|
Kemudahan
dalam memahami materi
|
|||||
5
|
Konsistensi
penyajian
|
|||||
B. Aspek pembelajaran
|
||||||
6
|
Kejelasan
sasaran
|
|||||
7
|
Kejelasan
tujuan pembelajaran
|
|||||
8
|
Kejelasan
menirukan suara tiruan ,misal binatang
|
|||||
9
|
Kejelasan
penggunaan bahasa
|
|||||
Jumlah
|
||||||
Jumlah
Skor
|
||||||
Rerata
Skor
|
Tabel
3
Instrumen
Validasi oleh Ahli mendongeng
No
|
Indkator
|
Skor
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
||
A. Aspek komunikasi
|
||||||
1
|
Struktur program
|
|||||
2
|
Logika berpikir
|
|||||
3
|
Interaksi guru dengan murid
|
|||||
4
|
Kandungan pesan pembelajaran
|
|||||
5
|
Penggunaan bahasa
|
|||||
6
|
Keterbacaan teks
|
|||||
a. Aspek Desain
|
||||||
7
|
Pemakaian cover sampul
|
|||||
8
|
Kreativitas
|
|||||
9
|
Grafis backgrund
|
|||||
10
|
Penggunaan ilustrasi gambar
|
|||||
11
|
Penggunaan warna tulisan
|
|||||
B. Format penyajian
|
||||||
12
|
Urutan penyajian
|
|||||
12
|
Kemudahan pemakaian
|
|||||
13
|
Kualitas sajian tulisan
|
|||||
14
|
Tata letak
|
|||||
Jumlah
|
||||||
Total Skor
|
||||||
Rerata Skor
|
Table
4
Kisi-kisi
Instrument Validasi oleh Guru Kelas
No
|
Indkator
|
Skor
|
|||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||||||
1
|
Kemudahan memahami materi
|
||||||||||
2
|
Kejelasan materi
|
||||||||||
3
|
Sesuai dengan tingkat kemampuan anak
|
||||||||||
4
|
Sesuai dengan tujuan yang dirumuskan
|
||||||||||
5
|
Kejelasan suara tambahan
|
||||||||||
6
|
Penggunaan bahasa yang mudah dipahami
|
||||||||||
7
|
Konsistensi penyajian
|
||||||||||
8
|
Pemberian motivasi
|
||||||||||
9
|
Kemdahan petunjuk belajar
|
||||||||||
10
|
Kandungan pesan belajar
|
||||||||||
11
|
Kualitas sajian
|
||||||||||
Jumlah (skala x ∑Frekuensi)
|
|||||||||||
Total Skor
|
|||||||||||
Rerata Skor
|
|||||||||||
Kesimpulan
|
|||||||||||
Pengumpulan data dilakukan dengan cara pemberian kuesioner
kepada ahli materi bidang spiritualitas dan ahli media bidang teknologi
pendidikan. Data yang diperoleh dianalisis dan digunakan untuk merevisi produk.
Revisi dilakukan dengan merujuk data yang telah terkumpul dan data yang
diperoleh dari hasil diskusi dengan ahli materi dan ahli mendongeng yang
melakukan validasi terhadap buku panduan mendongeng.
2.
Pedoman wawancara
Pedoman wawancara dipakai sebagai alat pengumpul data dari
guru kelas dan anak-didik sehubungan dengan analisis kebutuhan yang diperlukan
untuk mengembangkan produk. Selain itu juga untuk mengetahui saran, kritik, dan
masukan-masukan yang bermanfaat bagi kualitas produk dari ahli media maupun
ahli materi serta guru dan anak-didik pada saat itu.
3.
Lembar observasi
Observasi dilakukan selama penelitian berlangsung. Pengamatan
mencakup aktivitas guru pada saat proses
pembelajaran dengan menggunakan buku panduan mendongeng. Peneliti/ pengembang
mengamati sikap dan respon orang tua dan anak didik terhadap pembelajaran yang diajarkan
menggunakan buku panduan mendongeng.
e. Teknik analisis data
Data yang diperoleh melalui kegiatan uji coba
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data
kualitatif yang berupa kritik dan saran yang dikemukakan ahli media, ahli
materi, dan guru kelas dihimpun dan disarikan untuk memperbaiki produk media
permainan edukatif ini.
Sedangkan teknik analisis data kuantitatif dalam
penelitian ini menggunakan statistik deskriptif, yang berupa pernyataan sangat
tidak baik, tidak baik, cukup, baik, dan sangat baik. Statistik diskriptif
tersebut kemdian diubah menjadi data kuantitatif dengan skala 5 yaitu dengan
penskoran dari 1 sampai 5. Langkah-langkah dalam analisis data antara lain: (a)
mengumpulkan data mentah, (b) pemberian skor, (c) skor yang diperoleh kemudian
dikonversikan menjadi nilai dengan skala 5 dengan menggunakan acuan konversi
Sukardjo, sebagaimana tertera dalam tabel berikut ini.[3]
Tebel 5
Kriteria Penilaian
Nilai
|
Kriteria
|
Skor
|
|
Rumus
|
Perhitungan
|
||
A
|
Sangat baik
|
`Xi +
1,8 Sdi < X
|
3,2 < X
|
B
|
Baik
|
`Xi +
1,8 Sdi < X ≤
+ 1,8 Sdi
|
2,4 < X ≤ 3,2
|
C
|
Cukup
|
`Xi
+ 1,8 Sdi < X ≤ + 0,6 Sdi
|
1,6 < X ≤ 2,4
|
D
|
Tidak baik
|
`Xi
+ 1,8 Sdi < X ≤ - 0,6 Sdi
|
0,8 < X ≤ 1,6
|
E
|
Sangat tidak baik
|
X ≤
- 1,8 Sdi
|
X ≤ 0,8
|

Rerata skor ideal :
½ (skor maksimal ideal + skor minimal ideal
Standard deviasi ideal (Sdi) : 1/6 (Skor maksimal ideal –
skor minimal ideal
X Ideal :
Skor empiris
Kriteria yang digunakan untuk melihat kualitas produk
buku panduan mendongeng yaitu dengan menggunakan Skala Liktert seperti yang
terlihat di bawah ini
Table
6
Konversi
Rerata Skor Menjadi Kriteria Untuk Menilai Kualitas
Nilai
|
Kriteria
|
Interval Rerata Skor
|
A
|
Sangat Baik
|
4,2 < X
|
B
|
Baik
|
3,4 < X ≤ 4,2
|
C
|
Cukup
|
2,6 < X ≤ 3,4
|
D
|
Tidak Baik
|
1,8 < X ≤ 2,6
|
E
|
Sangat Tidak Baik
|
X ≤ 1,8
|
G. Sistematika Pembahasan
Keseluruhan isi
penelitian ini ini terdiri atas beberapa bab
Bab I dimulai dengan latar belakang masalah dan rumusan masalah.
Bab II menjelaskan mengenai isi
dari penelitian
Bab III membahas mengenai
kesimpulan dan saran
[1]
Walter G. Borg & Meredith D. Gall, Educational
Research: an introduction (4 th ed),
(New York:
Longman, 983), hlm. 197
[2]
Pemilihan anak-didik dibantu oleh guru kelas dengan kriteria kecerdasan
berdasarkan akumulasi nilai perkembangan kognitif, sosial, emosional, bahasa,
seni, dan agama.
[3] Sukardjo,
dkk, Desain Pembelajaran Evaluasi
Pembelajaran. (PPS UNY: 2008), hlm. 101
0 comments:
Post a Comment